Sabtu, 21 Maret 2015

Meretas Jalan - Stand Up Comedy Kendari


Meretas Jalan

Adalah keresahan yang menggugah lahirnya sikap. Beginilah kemudian saya mengawali langkah kecil, pun dengan mimpi yang barangkali kau boleh menyebutnya “tak bernyawa”.

Kendari adalah kota kecil yang jauh dari pusaran, sedang berlatih membusungkan dada di atas sehamparan wajah-wajah tak asing. Tidak kokoh, tetapi bernyali. Komunitas pekerja kreatif mulai berlahiran, menyulap diri menopang hobi. Barangkali tak elok rasanya jika latah tanpa visi yang jelas ketika membentuk komunitas di kota Kendari. Dunia hiburan yang mulai sesak menguliti otak untuk terus memeras ide. Semua dihadapkan untuk menabrak batas. Lalu di sinilah kemudian saya menjerumuskan diri.

Mungkin tak banyak yang tahu salah satu komunitas di Kota Kendari telah lahir dan bergeliat di tahun 2013. Stand Up Indo – Kendari, yah komunitas yang terjebak sekaligus bermisi kecil ingin keluar dari zona hobi yang dewasa ini jadi trendsetter. Tidak banyak yang tahu komunitas ini berikut apa yang mereka kerjakan. Alasannya sederhana, barangkali tidak fenomenal karena trend komunitas dalam konteks kekinian lahir dari kehebohan dunia maya, Youtube – sebut saja Parkour, Shuffle, Skateboard, Bikers, dan sebagainya. Stand Up Comedy hanyalah sebuah segmen komedi yang hadir dengan konsep berbeda, monolog. Mengajak orang masuk dalam dunia cerita dengan bias sudut pandang yang bisa saja dimentahkan karena ketidakmampuan menerjemahkan cerita. Konsep komedi cerdas yang diusung, diawali dengan keresahan, mematahkan persepsi pun membangun mindset baru, menjadi roh Stand Up Comedy. Tidak banyak yang menyukai dan bergabung dengan komunitas ini sebabnya hobi ini membutuhkan skill tertentu, misalnya teknik bercerita dipadu dengan retorika dan materi cerita yang berbobot. Muaranya adalah membuat orang menjadi terhibur – tertawa. Akan tetapi, konsep lucu tidak hadir begitu saja mengingat harus ada teknik tertentu yang digunakan seorang comic – sebutan untuk StandUp Comedian – untuk bisa menuntaskan cerita menjadi sebuah hal lucu, konyol, dan membuat penonton tuntas menginterpretasi cerita. Meskipun tidak semua orang bisa tertawa dengan materi kita. Konsekuensi logisnya adalah karena tidak semua materi yang disampaikan bisa langsung sampai pada penonton. Kesulitan-kesulitan dan sedikitnya peminat barangkali menjadi babak masalah mengapa komunitas ini terseok-seok berdiri di Kota Kendari.

Saat Kompas TV dan Metro TV mulai beradu melahirkan comic-comic andal, kami di daerah masih dengan masalah klasik. Kuku-kuku comic lokal belum sanggup mencakar. Pasang surut minat, ditambah dengan kesulitan mengajak orang bergabung dengan komunitas ini tak ubahnya jalan yang terjal. Berawal 27 Juli 2013, Komunitas Stand Up Comedy Kendari hanyalah angan-angan saya, yah barangkali. Sanggup mengajak hanya 3 orang saja semacam godam yang menghantam. Menumbuk punggung yang kerontang tegap. Jangkauan televisi dengan program acara Stand Up Comedy belum sanggup mengalahkan trend hiburan lain, sebut saja sepakbola, drama televisi, hingga siaran-siaran kuliner dan sinetron yang lebih dipilih. Ernest Prakasa di tahun 2012 pernah membuka cakrawala orang Kendari dengan Stand Up Comedy melalui tournya Merem Melek. Tapi kembali lagi, Kendari seperti bukan daerah pasaran Stand Up Comedy mengingat Ernest Prakasa pada saat show pun tak ubahnya orang asing selama acara. Saya tak akan menyebutnya gagal karena saya akan lebih nyaman menggunakan kalimat “Orang Kendari masih harus dibangunkan lagi”.

Tak ada usaha yang sia-sia. Kalimat ini selalu menjadi obat ketika saya tidak ingin kalah dengan membubarkan komunitas Stand Up Indo – Kendari. Tak peduli seberapa banyak orang memperhatikan, sekadar menoleh memperhatikan saya yang tengah asyik berkelakar, saya tak pernah berhenti menularkan dan mengenalkan ke orang Kendari tentang apa itu Stand Up Comedy dan seberapa sanggup dia mampu menghibur orang. Lalu kemudian waktu mempertemukan saya dengan sekelompok anak muda lain di belahan bumi Anoa ini dengan hobi yang sama. Kolaka, yah kota ini telah bergeliat tiga empat bulan sebelum Stand Up Comedy Kendari. Meski dengan masalah yang sama, keterbatasan dalam jumlah dan adanya tempat yang menampung, upaya tak berhenti dan terus dilakukan. Hingga akhirnya saya dari komunitas Stand Up Comedy Kendari, dan teman Kolaka – Wandhy yang kemudian belakangan akrab saya panggil Wandhy Botack dari Stand Up Comedy Kolaka berkolaborasi menunjukan apa yang ingin kami tunjukan kepada orang yang masih buta dengan Stand Up Comedy di Kendari. Meski awalnya berat, tetapi kehadiran beberapa kawan yang punya hobi dan visi yang sama memberi senyawa baru bangkitnya komunitas ini. Arham Kendari - karikaturis sebuah koran ternama di Bumi Anoa - menjadi pemantik semangat ketika membantu komunikasi dengan  petinggi cafe hotel bintang empat di kota ini, Swiss-Belhotel Kendari. Peran bersama demi satu cita membangkitkan komunitas pun terwujud. Tampil reguler setiap akhir pekan hingga diberikan kontrak eksklusif seolah membayar kerja keras selama ini.

Seiring berjalannya waktu, hiburan tanah air makin gencar dengan segmen komedi stand up maka virus pun menjangkit ke daerah-daerah. Komunitas Stand Up Comedy Kendari berhasil keluar dari bayang-bayang ketakutan untuk bangun. Merangkak, berjalan, kemudian lari. Dari cafe ke cafe komunitas ini mulai unjuk gigi. Stasiun televisi lokal mulai sibuk membuat program, hingga kami pun menembus brand event-event di Kota Kendari yang mulai menyajikan Stand Up Comedy sebagai suguhan wajib "Local Guest". Banyak talenta bertaburan di komunitas seolah sirine sudah berhasil membangunkan mereka. Hidup kini terasa tak jauh dari Mic.



Puncak dari usaha merayakan keberhasilan ini adalah ketika Stand Up Indo – Kendari, untuk pertama kalinya berkolaborasi dengan comic nasional yang ternama Arie Kriting dalam tajuk acara Stand Up Nite. Sihir nama besar Arie Kriting pun menular pada lima orang comic lokal sebagai pembuka show. Show pertama yang menyedot banyak orang dalam ruangan yang menurut hitungan barangkali sangat besar. Ballroom Swiss-belhotel Kendari sesak malam itu, bahkan orang rela berdiri berjam-jam demi menikmati show. Ada kepuasan yang tak dapat saya deskripsikan di tulisan ini. Komunitas lokal sudah berani menengadah lalu berteriak menantang waktu.



Kerja keras tidak pernah bohong. Yah, saya sangat memercayai ini. Ke depan, jalan panjang membentang siap kami jejaki. Mengutip tulisan Arie Kriting “Kita tidak akan pernah tahu sampai kapan panggung akan membawa kita, tetapi setiap kali berada di atas panggung, hadirlah dengan sepenuh hati. Panggung apapun itu” maka kami pun meyakini bahwa di panggunglah kami bisa menunjukan diri. Kerendahan hati akan menerangi segala harapan yang masih gelap.

Inalthorra


Jumat, 05 September 2014

Abstract Thesis



Zainal Surianto, G2H1 011 028. "Tradition and Change in Karia function  in Muna Ethnic in Kondongia Village, District of Lohia, Muna". Thesis. Cultural Studies Study Program, Graduate University of Halu Oleo. Supervisor I Prof. Dr. H. Nasruddin Suyuti, M.Sc., Supervisor II Dr. La Taena, M.Sc.
The problem in this study, namely (1) how is karia tradition on Muna ethnic in the village of Kondongia in District of Lohia, Muna, (2) how is the function of karia on Muna ethnic in the village of Kondongia in District of Lohia, Muna, and  (3) how is the change of karia function in ethnic of Muna  in the Village of Kondongia, District of Lohia, Muna.
Objectives to achieve in this study, namely (1) to describe and analyze karia tradition on Muna ethnic in the village of Kondongia, District of Lohia, Muna, describe and analyze the function of karia on Muna ethnic in the village of Kondongia in District of Lohia, Muna, and (3) describe and analyze the change of karia function in Muna ethnic in the Village of Kondongia, District of Lohia, Muna.
The method used in this study using a qualitative descriptive research (analytical). Location of the study is in the Villageof Kondongia, District of Lohia, Muna, and research carried out for 1-3 months. The type of data is in the form of qualitative data with two data sources, namely primary data obtained through field observations and interviews, as well as secondary data from supporting documents and related with karia tradition on Muna ethnic. Determination of informants used purposive sampling technique. Data was collected by observation and interview techniques. Data analysis techniques, after collecting data, reduced the data collected, the data is presented , and then draw conclusions.
These results indicate that the tradition of karia contains social functions on Muna ethnic in Kondongia Village, District of Lohia, Muna, namely historical function, religiosity and spiritual, social identity, education, mutual cooperation, and aesthetic. However, the development of cultural traditions of karia slowly change the its function. The changes of Karia function that occur are, the ritual of transformation, commercialization, entertainment, and formality.
The conclusion of this study, that is the tradition of karia change in the order of execution of the function of karia in the first period and the present of its existence. This change occurs because of growing public paradigm, modernization, and its acceptance of cultural dynamics. Indirectly, the substance (meaning) karia is shifted, so that, it needs retention efforts as a participative step in maintaining cultural aspects of Muna ethnic.



Keywords: karia tradition, the function of karia, the change of karia function, ethnic of Muna

Selasa, 12 Agustus 2014

#RoadToSulawesiTenggara

Tidak banyak yang bisa kuceritakan, kecuali foto-foto ini yang bisa mendeskripsikannya. Sebuah perjalanan - mimpi kecil - mengunjungi tempat-tempat yang belum tersentuh kenangan kecuali cerita. Kata orang, perjalananlah yang memperkaya pengalaman. Barangkali, ini Sulawesi Tenggaraku yang baru sebagian "kecil" - aku dan beberapa sahabatku. Nanti kuceritakan lagi, yah nanti - kelak lagi.
 

#Baubau
 





 
#Raha
 















 
 
#Bombana
 



 
 
#Buton
 






 
 
#Kendari












Minggu, 10 Agustus 2014

#VacatiOnMe

Hidup adalah 'perpindahan'. Jadi, rasanya tidak berkesan bila digunakan untuk diam satu tempat. Sebabnya sederhana, sosialitas tinggi memicu rasa penasaran untuk menjejaki tapak yang bukan kita ciptakan sendiri. Yah, kadang bepergianlah yang memintal naluriku merasai ramainya tempat selain yang kuramaikan sendiri.

#Bali-nesia 










 


#Jakarta







#Makassar