Meretas Jalan
Adalah keresahan yang
menggugah lahirnya sikap. Beginilah kemudian saya mengawali langkah kecil, pun
dengan mimpi yang barangkali kau boleh menyebutnya “tak bernyawa”.
Kendari adalah kota
kecil yang jauh dari pusaran, sedang berlatih membusungkan dada di atas sehamparan
wajah-wajah tak asing. Tidak kokoh, tetapi bernyali. Komunitas pekerja kreatif
mulai berlahiran, menyulap diri menopang hobi. Barangkali tak elok
rasanya jika latah tanpa visi yang jelas ketika membentuk komunitas di kota
Kendari. Dunia hiburan yang mulai sesak menguliti otak untuk terus memeras ide.
Semua dihadapkan untuk menabrak batas. Lalu di sinilah kemudian saya
menjerumuskan diri.
Mungkin tak banyak
yang tahu salah satu komunitas di Kota Kendari telah lahir dan bergeliat di
tahun 2013. Stand Up Indo – Kendari, yah komunitas yang terjebak sekaligus
bermisi kecil ingin keluar dari zona hobi yang dewasa ini jadi trendsetter. Tidak banyak yang tahu
komunitas ini berikut apa yang mereka kerjakan. Alasannya sederhana, barangkali
tidak fenomenal karena trend komunitas dalam konteks kekinian lahir dari
kehebohan dunia maya, Youtube – sebut saja Parkour, Shuffle, Skateboard, Bikers,
dan sebagainya. Stand Up Comedy hanyalah sebuah segmen komedi yang hadir dengan
konsep berbeda, monolog. Mengajak orang masuk dalam dunia cerita dengan bias
sudut pandang yang bisa saja dimentahkan karena ketidakmampuan menerjemahkan
cerita. Konsep komedi cerdas yang diusung, diawali dengan keresahan, mematahkan
persepsi pun membangun mindset baru, menjadi roh Stand Up Comedy. Tidak banyak
yang menyukai dan bergabung dengan komunitas ini sebabnya hobi ini membutuhkan skill tertentu, misalnya teknik
bercerita dipadu dengan retorika dan materi cerita yang berbobot. Muaranya adalah
membuat orang menjadi terhibur – tertawa. Akan tetapi, konsep lucu tidak hadir
begitu saja mengingat harus ada teknik tertentu yang digunakan seorang comic –
sebutan untuk StandUp Comedian – untuk bisa menuntaskan cerita menjadi sebuah
hal lucu, konyol, dan membuat penonton tuntas menginterpretasi cerita. Meskipun
tidak semua orang bisa tertawa dengan materi kita. Konsekuensi logisnya adalah
karena tidak semua materi yang disampaikan bisa langsung sampai pada penonton. Kesulitan-kesulitan
dan sedikitnya peminat barangkali menjadi babak masalah mengapa komunitas ini
terseok-seok berdiri di Kota Kendari.
Saat Kompas TV dan
Metro TV mulai beradu melahirkan comic-comic andal, kami di daerah masih
dengan masalah klasik. Kuku-kuku comic lokal belum sanggup mencakar. Pasang surut
minat, ditambah dengan kesulitan mengajak orang bergabung dengan komunitas ini
tak ubahnya jalan yang terjal. Berawal 27 Juli 2013, Komunitas Stand Up Comedy
Kendari hanyalah angan-angan saya, yah barangkali. Sanggup mengajak hanya 3 orang
saja semacam godam yang menghantam. Menumbuk punggung yang kerontang tegap. Jangkauan
televisi dengan program acara Stand Up Comedy belum sanggup mengalahkan trend
hiburan lain, sebut saja sepakbola, drama televisi, hingga siaran-siaran
kuliner dan sinetron yang lebih dipilih. Ernest Prakasa di tahun 2012 pernah
membuka cakrawala orang Kendari dengan Stand Up Comedy melalui tournya Merem
Melek. Tapi kembali lagi, Kendari seperti bukan daerah pasaran Stand Up Comedy
mengingat Ernest Prakasa pada saat show pun tak ubahnya orang asing selama acara.
Saya tak akan menyebutnya gagal karena saya akan lebih nyaman menggunakan
kalimat “Orang Kendari masih harus dibangunkan lagi”.
Tak ada usaha yang
sia-sia. Kalimat ini selalu menjadi obat ketika saya tidak ingin kalah dengan
membubarkan komunitas Stand Up Indo – Kendari. Tak peduli seberapa banyak orang
memperhatikan, sekadar menoleh memperhatikan saya yang tengah asyik berkelakar,
saya tak pernah berhenti menularkan dan mengenalkan ke orang Kendari tentang
apa itu Stand Up Comedy dan seberapa sanggup dia mampu menghibur orang. Lalu kemudian
waktu mempertemukan saya dengan sekelompok anak muda lain di belahan bumi Anoa ini
dengan hobi yang sama. Kolaka, yah kota ini telah bergeliat tiga empat bulan
sebelum Stand Up Comedy Kendari. Meski dengan masalah yang sama, keterbatasan
dalam jumlah dan adanya tempat yang menampung, upaya tak berhenti dan terus dilakukan. Hingga akhirnya
saya dari komunitas Stand Up Comedy Kendari, dan teman Kolaka – Wandhy yang
kemudian belakangan akrab saya panggil Wandhy Botack dari Stand Up Comedy
Kolaka berkolaborasi menunjukan apa yang ingin kami tunjukan kepada orang yang
masih buta dengan Stand Up Comedy di Kendari. Meski awalnya berat, tetapi kehadiran beberapa kawan yang punya hobi dan visi yang sama memberi senyawa baru bangkitnya komunitas ini. Arham Kendari - karikaturis sebuah koran ternama di Bumi Anoa - menjadi pemantik semangat ketika membantu komunikasi dengan petinggi cafe hotel bintang empat di kota ini, Swiss-Belhotel Kendari. Peran bersama demi satu cita membangkitkan komunitas pun terwujud. Tampil reguler setiap akhir pekan hingga diberikan kontrak eksklusif seolah membayar kerja keras selama ini.
Seiring berjalannya waktu, hiburan tanah air makin gencar dengan segmen komedi stand up maka virus pun menjangkit ke daerah-daerah. Komunitas Stand Up Comedy Kendari berhasil keluar dari bayang-bayang ketakutan untuk bangun. Merangkak, berjalan, kemudian lari. Dari cafe ke cafe komunitas ini mulai unjuk gigi. Stasiun televisi lokal mulai sibuk membuat program, hingga kami pun menembus brand event-event di Kota Kendari yang mulai menyajikan Stand Up Comedy sebagai suguhan wajib "Local Guest". Banyak talenta bertaburan di komunitas seolah sirine sudah berhasil membangunkan mereka. Hidup kini terasa tak jauh dari Mic.
Seiring berjalannya waktu, hiburan tanah air makin gencar dengan segmen komedi stand up maka virus pun menjangkit ke daerah-daerah. Komunitas Stand Up Comedy Kendari berhasil keluar dari bayang-bayang ketakutan untuk bangun. Merangkak, berjalan, kemudian lari. Dari cafe ke cafe komunitas ini mulai unjuk gigi. Stasiun televisi lokal mulai sibuk membuat program, hingga kami pun menembus brand event-event di Kota Kendari yang mulai menyajikan Stand Up Comedy sebagai suguhan wajib "Local Guest". Banyak talenta bertaburan di komunitas seolah sirine sudah berhasil membangunkan mereka. Hidup kini terasa tak jauh dari Mic.
Puncak dari usaha
merayakan keberhasilan ini adalah ketika Stand Up Indo – Kendari, untuk pertama
kalinya berkolaborasi dengan comic nasional yang ternama Arie Kriting dalam
tajuk acara Stand Up Nite. Sihir nama besar Arie Kriting pun menular pada lima
orang comic lokal sebagai pembuka show. Show pertama yang menyedot banyak orang dalam ruangan yang
menurut hitungan barangkali sangat besar. Ballroom Swiss-belhotel Kendari sesak
malam itu, bahkan orang rela berdiri berjam-jam demi menikmati show. Ada kepuasan
yang tak dapat saya deskripsikan di tulisan ini. Komunitas lokal sudah berani
menengadah lalu berteriak menantang waktu.
Kerja keras tidak
pernah bohong. Yah, saya sangat memercayai ini. Ke depan, jalan panjang
membentang siap kami jejaki. Mengutip tulisan Arie Kriting “Kita tidak akan pernah tahu
sampai kapan panggung akan membawa kita, tetapi setiap kali berada di atas
panggung, hadirlah dengan sepenuh hati. Panggung apapun itu” maka kami
pun meyakini bahwa di panggunglah kami bisa menunjukan diri. Kerendahan hati akan
menerangi segala harapan yang masih gelap.
Inalthorra